Iklan

terkini

Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Diduga Jalankan Praktek Sidang Fiktif

Redaksi Gapta Cyber
7/13/24, 10:28 WIB Viewer Today Last Updated 2024-07-19T04:46:39Z
Dok. Terdakwa Dirut PT. Sela Bara Doktor Insinyur M. Darwis, Majelis Hakim sidang tanpa berkas perkara di PN. Bandung.


Jakarta, Gaptacyber.com - Richard William dari Pengacara GAPTA selaku Pendiri dan Pengacara Forum Wartawan Jaya Indonesia FWJI dan Ketua Umum Barisan Kepemudaan Republik Indonesia BK RI menuding bahwa Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi diduga telah menjalankan Praktek Sidang Fiktif.


Richard menilai di Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi tidak pernah diketahui adanya jadwal sidang namun tiba tiba ada keluar putusan yang bertuliskan putusan dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Tentunya wajar kalau kita wajib pertanyakan apakah benar telah terjadi praktek sidang dan dibacakan putusannya dalam sidang terbuka untuk umum, mengingat selama ini masyarakat sering menjadi korban dari putusan hakim yang tidak mencerminkan rasa keadilan dari putusan yang dihasilkan oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi.


Contoh nyata kasus Pembunuhan Jasua oleh Ferdi Sambo dan yang lagi Viral Kasus Pembunuhan Vina Cirebon yang nyata nyata diakui oleh pihak Penyedik dalam PraPid Pegi Setiawan Vs Polda Jawa Barat, bahwa kedua orang DPO yang selama ini dicari adalah fiktif. Dari pengakuan ini apakah bisa terus diproses hukum, bahwa para Saksi-Saksi dan Penyidik dari Kepolisian dijerat Pasal 242 KUHPidana? 


  1. Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
  2. Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.


Selain itu Richard juga myebutkan bahwa Putusan Mahkamah Agung Perkara Rumah Sakit Anna Medika yang sekarang bergulir di Polresta Jakarta Timur (korban yang justeru sekarang masih mendekam di Lapas Bekasi dan LPSK tidak punya nyali untuk segera turun langsung guna  membebaskan korban). 


Putusan Mahkamah Agung Perkara Noldy Joseph Isak Siby Vs Jan Hermanus Ticoalu yang telah diubah dari Perdata Tanah menjadi Perselisihan Hubungan Industrial dan sekarang lagi di Proses oleh Polda Metro Jaya jelas juga membuktikan adanya dugaan Sidang Fiktif. 


Dan Putusan Mahkamah Agung Perkara Kasus Perceraian yang sekarang dilaporkan oleh Haris Temba di Polda Sulawesi Utara serta masih banyak lagi laporan masyarakat yang dipeti es kan oleh Mahkamah Agung, yang salah satunya Putusan Sidang Fiktif dari Pengadilan Negeri Manado terkait Tanah Tingkulu yang tidak berani diberikan salinannya hingga berita ini diturunkan ujar Richard.


Dok. Terdakwa Dirut PT. Sela Bara Doktor Insinyur M. Darwis, Majelis Hakim jalankan sidang tanpa berkas perkara di PN. Bandung enggan diliput media.


Oleh karena itu. Sekarang sudah saatnya masyarakat ikut memantau dan mempertanyakan setiap jalannya persidangan di Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi, apakah proses sidang yang akan dilakukan dan sudah dilakukan sampai terbit putusan sudah sesuai Fakta Fakta Hukum yang sebenarnya dan atau hanya berdasarkan pesanan dari pihak pihak tertentu yang berperkara.


Ini penting. Mengingat transparansi hukum itu perlu, karena kejahatan bukan muncul karena ada niat namun juga bisa muncul karena adanya kesempatan.


Dok. Terdakwa Dirut PT. Sela Bara Doktor Insinyur M. Darwis di PN. Bandung, JPU dan Majelis Hakim tidak punya berkas perkara


Richard menambahkan hal itu dapat dilihat juga dari Putusan Perkara Uji Materi Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018, tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum yang menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-II/2024 tanggal 13 Desember 2004, tentang Advokat.


Ini namanya putusan gila menurut Richard! Masa putusan Mahkamah Agung bisa menganulir putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat. Makanya sering terjadi Hakim Hakim di Daerah yang jauh dari Pengawasan Publik berupaya memonopoli yang boleh beracara hanya dari organisasi profesi tertentu, padahal hukum acara yang diatur saat ini dalam KUHAP tidaklah demikian. Dan tentu imbasnya banyak kesenjangan sosial dibidang penegakan hukum sering terjadi seperti ini, yang menghilangkan rasa keadilan dan asas persamaan dihadapan hukum "equality before the law". Akhirnya Pengacara GAPTA lah yang berperan ikut membenahi pungkasnya. Red/GC




Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Diduga Jalankan Praktek Sidang Fiktif

Terkini

Iklan