Sejumlah orang ditangkap karena diduga penyebab kerusuhan dan menyerang petugas terkait rencana relokasi masyarakat untuk kawasan industri.
Bentrokan kekerasan meletus pada hari kamis di kota Batam, dan sekitar ribuan pengunjuk rasa berkumpul di depan kantor BP Batam, salah satu pengembang proyek Rempang Eco City,.
Pengunjuk rasa yang melemparkan botol dan batu ke arah pplisi dan merobohkan pagar, yang dibalas oleh petugas dengan water canon dan gas air mata.
Peristiwa tersebut mendapat sorotan dari berbagai elemen masyarakat tidak terkecuali Kantor Hukum BF & Rekan (advokat dan konsultan hukum).
Terkait hal tersebut Burhan Fadly, S.H., Managing Partners Kantor Hukum BF & Rekan mengatakan, sesuai informasi, pembangunan Eco City di kawasan Rempang kecamatan Galang kota Batam, telah disepakati Forkompinda provinsi Kepulauan Riau untuk dilakukan (16/9/2023).
"Pemerintah agar memperhatikan dan melindungi prinsip hukum adat masyarakat suku asli Melayu di Pulau Rempang dan Kampung Tua Galang", harap Burhan
"Fenomena Rempang, investasi harus berporos pada keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup", jelas Burhan.
Sedangkan, Deden setiawan, S.H., pjs bidang litigasi dan non litigasi Kantor Hukum BF & Rekan menyebutkan, unjuk rasa yang dilakukan masyarakat Rempang, hendaknya kepada aparat untuk menanganinya dengan baik dan penuh kemanusiaan.
Deden yang juga menjabat kabid. humas Kantor Hukum BF & Rekan melanjutkan, "tetapi masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu bahwa tanah Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan", ungkapnya.
"Ya, entitias perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha.Sebab, pulau tersebut nantinya akan jadi pusat ekonomi indistri hijau dan menciptakan lapangan kerja bagi warga", terang Deden.
Deden menambahkan ", Kendati demikian, pemerintah agar memperhatikan hak-hak masyarakat terkait lahan juga harus diganti sesuai hukum yang berlaku", kata Deden mengakhiri. (Topan JP)