Menurut keterangan tertulis yang disampaikan oleh orang tua korban, bahwa sejak kejadian pengeroyokan terhadap anaknya yang dilakukan oleh oknum kelompok pelajar sekolah lain, sengaja untuk tidak dilaporkan ke pihak kepolisian tetapi hanya dilaporkan ke pihak sekolahan anaknya dengan alasan sakit sesuai surat keterangan dokter, karena kekhawatirannya jika timbul kesulitan dikemudian hari (28/7/2023).
Setelah membuat laporan sakitnya korban malah sebaliknya menjadi permasalahan di sekolahannya yang disebabkan tidak adanya komunikasi antar guru mata pelajaran dan wali kelas.
Selanjutnya orang tua korban menerima kabar anaknya tidak naik kelas.
"dari situ (setelah kejadian pengeroyokan) saya tidak lapor polisi karena saya orang susah takut di persulit apalagi urusan sekolah", tuturnya.
"saya takut berlarut bahkan takut anak saya di keluarin juga takut dikemudian hari anak saya di kira membesarkan masalah ini dan akhirnya anak sya di sekolah bermasalah bahkan di luar takut dimusuhi sekolah lain itu", katanya.
"klo kami buat laporan akhirnya kami hanya lapor ke sekolah dengan alasan anak saya sakit dengan beberapa kali ngasih surat dari dokter untuk istirahat", terangnya.
"memang ada panggilan orang tua ke sekolah saya menjelaskan klo anak saya sakit bahkan surat dokter berikutnya dan surat kontrol saya serahkan ke wali kelas", paparnya.
"saat itu saya minta ke wali kelasnya untuk meminta soal ulangan penilaian akhir tahun yg anak saya tidak ikuti 1 hari yakni matematika dan penjas untuk guru penjas sendiri di depan saya bilang karena sudah tau sakit akan saya tetap beri nilai", lanjutnya.
"terus guru matematika nya saya wa untuk minta soal ulangan buat anak saya kerjakan di rumah, gurunya bilang klo guru itu tidak tau anak saya sakit karena surat dokter nya tidak sampai ke beliau di wali kelas nya".
"selanjutnya saya bilang ke wali kelasnya tapi di situ wali kelasnya tidak bilang lagi mata pelajaran apa lagi yg anak saya belum tuntaskan", ungkapnya.
"Yg terakhir wali kelas bilang untuk guru agamanya nanti ketemu saja di sekolah, gtu, saya ini bingung sekarang sudah mau bagian rapot besok, tiba tiba wali kelas datang ke rumah bilang klo anak saya tidak dapat naik ke kelas berikutnya dikarenakan banyak tugas yg tidak selesai lebih dari 3 mata pelajaran".
"ini yang buat saya bingung kenapa tidak dari jauh-jauh hari anak saya di beri tugas yg belum di selesaikan, padahal sebelum nya anak saya pun di suruh selesaikan tugasnya di kejar bahkan sampai tidak tidur buat selesaikan tanggung jawabnya', sesalnya.
"itu sebelum anak saya kena musibah di jegat gerombolan anak sekolah lain".
"Kenapa sudah detik kenaikan kelas pengambilan rapot Besok wali kelas baru bilang lagi kalau anak saya tidak bisa naik kelas karena tugas" nya banyak yg tidak selesai", pungkasmya, mempertanyakan.
Sedangkan kronologi pengeroyokan terhadap korban yang dilakukan oleh oknum kelompok pelajar dari sekolah lain, sesuai informasi yakni terjadi pada hari Kamis, 8 Juni 2023 sekitar jam 13.00 wib, bertempat di sekitar area Cipinang.
Bermula, korban, pelajar kelas X TITL 2 SMKN itu beratribut sweater sekolahannya, dijegat oleh oknum kelompok pelajar dari sekolahan lain yang tidak dikenali korban.
Korban merasa terancam karena oknum kelompok pelajar tersebut akan menabrakan sepeda motor ke arahnya, akhirnya korban berusaha melawan, dan akibat perkelahian korban terluka parah.
Setelah korban mengalami luka-luka, oknum kelompok pelajar sekolah itu kabur. Selanjutnya setelah kejadian, korban hendak ke rumah sakit tetapi tidak memiliki uang, akhirnya pulang ke rumah.
Sesampai di rumah, korban menceritakan kejadian pengeroyokan terhadap dirinya kepada keluarganya, dan keluarga menyaksikan di sekujur tubuh korban terdapat luka-luka parah, akhirnya saudara tua (kakak) korban membawanya ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.
Setelah di rumah sakit, korban mendapat 32 jahitan terhadap luka-lukanya yang dideritanya baik luar maupun dalam.
Pihak rumah sakit melalui dokter yang memeriksanya menyarankan, korban harus istirahat yang cukup karena sempat drop dan kejang-kejang pada saat akan pulang ke rumahnya.
Dalam kesempatan terpisah, Burhan Fadly, S.H., praktisi hukum, personil tim advokasi Media GAPTA Cyber, menilai permasalahan tersebut.
Menurutnya, dalam pernasalahan tersebut mengemuka dua hal, yakni, pertama, pelajar (MFS) diduga tidak dinaikan kelas oleh pihak sekolahannya karena sesuatu hal".
"Kedua, pelajar (MFS) menjadi korban akibat perkelahian satu lawan sekelompok oknum pelajar lainnya atau kejadian tersebut dalam trend jaman sekarang kira-kira disebut "tawuran pelajar".
"Orang tua korban dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, seharusnya tidak perlu banyak kekhawatiran jika harus melaporkan kasus dugaan pengeroyokan terhadap anaknya kepada pihak kepolisian:, jelasnya.
"Dimaksudkan dengan membuat laporan polisi agar mendapat perlindungan dan kepastian hukum sehingga bukti-bukti proses pelaporan dapat menunjang bagi upaya penyelesaian dengan pihak sekolahan anaknya", sambungnya.
Burhan, yang juga selaku Managing Partners Kantor Hukum BF & Rekan, menyebutkan, jika orang tua pelajar korban memiliki keterbatasan kemampuan dalam menyelesaikan dua permasalahan tersebut baik secara sosial maupun ekonomi, dapat memohon bantuan hukum secara cuma-cuma (probono) kepada kantor advokat/kantor hukum atau lemnaga bantuan hukum (LBH) mana saja dengan melampirkan bukti SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu)", terangnya.
Burhan menambahkan, permohonan bantuan hukum secara cuma-cuma (probono) kepada advokat dan LBH berdasarkan pasal 22 ayat (1) UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat dan pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum", ujarnya mengakhiri. (Topan JP)